Cari Blog Ini

Kamis, 06 Mei 2010

STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA

Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
39
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA
Atman
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat
Abstract
Strategy Product Increase of Soybean in Indonesia. The highest production of soybean in
Indonesia was get in 1992 (1,87 million ton). But afterwards, the soybean production had been
being decrease, and in 2003 the soybean production only 0,672 million ton. Its mean in teen
years the production decrease 64 percent. However, the domestics consumption of soybean
had been being increasing, so the import of soybean have been increasing. In 2004 the import
of soybean about 1,307 million ton, To increase soybean nation product these were five
strategy: (1) Increasing the price; (2) Extensification of land use; (3) Soybean intensification;
(4) Improve culture practice; and (5) Consistency program and seriously of government. The
development of soybean should be priority in provinces have land like East Java, Middle Java,
West Sumatra, West Papua, West Java, and South Celebes. Soybean farm can expand to
Lampung, N.A. Darusalam, Banten, West Nusa Tenggara, and South-East Celebes by
Integrated Crop Management (ICM). The local government should be lead and some any
police to improve soybean production.
Keywords: soybean, strategy, production, program, potency, ICM.
PENDAHULUAN
roduksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992
yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun
setelah itu, produksi terus mengalami
penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada
tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun
produksi kedelai merosot mencapai 64
persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai
cenderung meningkat sehingga impor kedelai
juga mengalami peningkatan mencapai 1,307
juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali
produksi nasional) (Tabel 1). Impor ini
berdampak menghabiskan devisa negara
sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu,
impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3
juta ton per tahun yang menghabiskan devisa
negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun (Atman,
2006a; Alimoeso, 2006).
Tabel 1. Neraca produksi, konsumsi, dan perdagangan kedelai di Indonesia (1990 s/d 2004).
Tahun Produksi
(000 ton)
Konsumsi
(ton)
Defisit
(000 ton)
Impor
(000 ton)
Ekspor
(ton)
Net Impor
(000 ton)
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
1.487
1.555
1.870
1.709
1.565
1.680
1.517
1.357
1.306
1.383
1.018
827
673
672
707
2.028
2.228
2.560
2.431
2.365
2.287
2.263
1.973
1.649
2.684
2.294
1.960
2.017
2.016
2.015
541
673
690
723
800
607
746
616
343
1.301
1.276
1.133
1.344
1.343
1.307
541
673
694
724
800
607
746
616
343
1.302
1.278
1.136
1.365
1.193
1.307
0,24
0,27
3,91
0,75
0,03
0,08
0,24
0,01
0,00
0,02
0,52
1,19
0,24
0,43
0,00
541
672
690
723
800
607
746
616
343
1.302
1.277
1.135
1.365
1.192
1.307
Pertumb.(%) -5,17 -0,05 6,51 6,50 - 6,51
Sumber: Simatupang, et al. (2005).
P
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
40
Proyeksi konsumsi kedelai terlihat
bahwa total kebutuhan terus mengalami
peningkatan dari 2,35 juta ton pada tahun
2009 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015
dan 3,35 juta ton pada tahun 2025 (Tabel 2).
Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional
1,5 t/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal
tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada
tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025
(Simatupang, et al., 2005). Tantangannya
adalah bagaimana mencapai areal tanam
tersebut sementara lahan yang tersedia
terbatas dan digunakan untuk berbagai
tanaman palawija lainnya yang lebih
kompetitif.
Tabel 2. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2009-2025.
Tahun Konsumsi/cap
(kg/th)
Proyeksi
Penduduk
(000 jiwa)
Pertumbuhan
Penduduk
(%)
Total
Konsumsi
(000 ton)
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
9,67
9,77
9,87
9,97
10,07
10,17
10,27
10,37
10,47
10,58
10,68
10,79
10,90
11,01
11,12
11,23
11,34
242.835
246.380
249.903
253.402
256.874
260.316
263.726
267.102
270.440
273.740
276.997
280.210
283.377
286.494
289.559
292.571
295.526
1,49
1, 46
1, 43
1, 40
1, 37
1, 34
1, 31
1, 28
1, 25
1, 22
1, 19
1, 16
1, 13
1, 10
1, 07
1, 04
1, 01
2,349
2,407
2,466
2,525
2,585
2,646
2,708
2,770
2,833
2,896
2,960
3,024
3,089
3,154
3,219
3,286
3,352
Sumber: Simatupang, et al. (2005).
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI
Sampai saat ini, produksi kedelai di
tingkat petani masih rendah, rata-rata 1,3 t/ha
dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha, sedangkan
potensi hasilnya bisa mencapai 3,0 t/ha.
Senjang produktivitas yang sangat besar
tersebut memberikan peluang bahwa
peningkatan produksi melalui peningkatan
produktivitas di tingkat petani masih bisa
dilakukan.
Menurut Subandi (2007), paling tidak
ada lima strategi penting yang harus
dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan
peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu:
(1) Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan
potensi lahan; (3) Intensifikasi pertanaman;
(4) Perbaikan proses produksi; dan (5)
Konsistensi program dan kesungguhan
aparat.
1. Perbaikan Harga Jual
Harga jual yang rendah di tingkat
petani sehingga kurang kompetitif
dibandingkan komoditas palawija lainnya,
merupakan salah satu faktor utama yang
menyebabkan petani kurang berminat
membudidayakan kedelai. Peningkatan harga
jual di tingkat petani merupakan kunci utama
dalam mengembalikan minat petani untuk
menanam kedelai.
Untuk memenuhi kebutuhan kedelai
di Indonesia, pemerintah terpaksa melakukan
impor kedelai, terutama dari negara Amerika
Serikat sebagai pengekspor utama.
Terjadinya perubahan kebijakan pengelolaan
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
41
lahan pertanian di Amerika Serikat dari
tanaman kedelai ke tanaman jagung (sebagai
sumber ethanol) menyebabkan produksi
kedelai dunia mulai berkurang sementara
permintaan selalu meningkat. Akibatnya,
selain harga kedelai di pasaran dunia dan
lokal yang naik lebih dari dua kali lipat,
ketersediaan kedelai di pasar juga sudah
mulai langka.
Harga kedelai di pasar dunia akhirakhir
ini meningkat tajam. Pada awal tahun
2007 harga kedelai hanya $300 US per ton,
meningkat menjadi $600 US per ton pada
akhir tahun 2007 (Puslitbangtan, 2008). Hal
ini berdampak langsung terhadap kenaikan
harga kedelai di dalam negeri. Pada awal
tahun 2007 harga eceran kedelai sekitar
Rp.3.000 per kg, naik menjadi Rp.8.000 per
kg, bahkan di beberapa daerah mencapai
Rp.10.000 per kg. Kondisi ini memberi
peluang kembali bagi peningkatan produksi
kedelai di Indonesia sekaligus meningkatkan
pendapatan petani dengan harga yang lebih
tinggi dan lebih kompetitif dibanding
komoditas palawija lainnya.
2. Pemanfaatan Potensi Lahan
Pemanfaatan potensi lahan yang
tersedia untuk mendukung peningkatan
produksi kedelai antara lain dapat dilakukan
dengan penanaman kedelai sebagai tanaman
utama ataupun sebagai tanaman sela,
diantaranya penanaman kedelai secara
tumpang sari dengan ubikayu, kelapa sawit,
kelapa, atau tanaman tua lainnya. Menurut
Subandi (2007), dengan menerapkan
teknologi maju, kedelai yang ditumpang
sarikan dengan ubikayu dapat berproduksi
mencapai 2 t/ha sedangkan ubikayu 30 t/ha.
Selain itu, pemanfaatan potensi lahan
bera setelah panen padi sawah juga dapat
mendukung peningkatan produksi kedelai
utamanya pada lahan sawah tadah hujan,
lahan sawah irigasi desa, dan lahan sawah
irigasi sederhana. Menurut Atman (2006b),
biasanya lahan ini dibiarkan bera setelah
panen padi untuk waktu cukup lama (1-3
bulan). Pemanfaatan lahan ini untuk
budidaya kedelai dapat meningkatkan indeks
pertanaman yang hanya 170% menjadi 200-
250% per tahun, dengan pola tanam padikedelai-
padi dan hasil yang cukup tinggi.
Hasil penelitian Hamzah, et al. (1987),
penanaman kedelai pada setelah padi sawah
tanpa pengolahan tanah mampu memberikan
hasil sampai 2,3 t/ha di Aceh dan 1,97 t/ha di
Sumatera Barat.
3. Intensifikasi Pertanaman
Intensifikasi pertanaman untuk
mendukung peningkatan produksi kedelai
antara lain dapat dilakukan melalui perluasan
areal tanam. Perluasan areal tanam tidak
hanya dilakukan pada daerah-daerah yang
sebelumnya menjadi sentra produksi kedelai
tetapi juga membuka daerah-daerah
pertumbuhan baru. Menurut BBSDLP
(2008), dari identifikasi biofisik sumberdaya
lahan di 17 propinsi di Indonesia didapatkan
17,7 juta ha lahan yang sesuai untuk
pengembangan kedelai, terdiri dari 5,3 juta
ha berpotensi tinggi, 3,1 juta ha berpotensi
sedang, dan 9,3 juta ha berpotensi rendah
(Tabel 3). Pengembangan kedelai sebaiknya
diprioritaskan pada propinsi yang memiliki
lahan berpotensi tinggi cukup luas, seperti:
Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat,
Papua barat, Jawa Barat, dan Sulawesi
Selatan. Bila lahan berpotensi sedang juga
diperhitungkan maka kedelai dapat juga
dikembangkan di Lampung, N.A. Darusalam,
Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi
Tenggara.
4. Perbaikan Proses Produksi
Proses produksi yang mampu
memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan
berkelanjutan yakni melalui pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah
satu pendekatan dalam usahatani yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
dan pendapatan petani serta melestarikan
lingkungan produksi. Dalam implementasinya,
PTT mengintegrasikan komponen
teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman,
dan organisme pengganggu tanaman (LATO)
secara terpadu.
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
42
Tabel 3. Lahan yang berpotensi tinggi, sedang, dan rendah untuk pengembangan kedelai di 17
Propinsi di Indonesia.
Propinsi Potensi
tinggi (ha)
Potensi sedang
(ha)
Potensi
rendah (ha)
Jumlah (ha)
N.A.Darusalam
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Lampung
Bangka Belitung
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Papua
Papua Barat
6.821
861.220
0
20.339
58.213
0
412.608
1.054.842
1.494.942
0
127.725
184.210
327.362
610
49.900
171.381
562.349
185.988
78.011
16.287
0
214.479
0
774.136
541.136
337.775
183.104
48.055
158.812
403.519
18.424
144.582
0
2.466
173.051
360.487
774.487
1.216.946
590.085
190.431
325.675
158.228
486.976
206.935
34.368
53.828
448.231
29.724
474.587
2.576.646
1.198.951
365.860
1.299.718
791.203
1.237.285
862.778
190.431
1.512.419
1.754.297
2.319.693
390.039
210.148
396.850
1.179.112
48.758
669.069
2.748.027
1.763.766
Jumlah 5.332.522 3.106.865 9.300.065 17.739.452
Sumber: BBSDLP (2008).
Dalam melaksanakan PTT kedelai
harus dilaksanakan beberapa kegiatan
penting (Subandi, 2007), antara lain:
a. Mempercepat proses diseminasi dan
adopsi inovasi teknologi maju yang telah
banyak tersedia. Menurut Simatupang
(2004), untuk mempercepat proses
diseminasi dan adopsi inovasi teknologi
agar teknologi tersebut dapat diadopsi
petani maka strategi pemasyarakatan
inovasi teknologi hasil penelitian kedelai
mengacu pada program Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian tahun 2005
yakni melaksanakan Program Rintisan
dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi
Teknologi Petani (PRIMA TANI).
Tujuan utama Prima Tani adalah untuk
mempercepat waktu, meningkatkan kadar
dan memperluas prevalensi adopsi
teknologi inovatif yang dihasilkan oleh
Badan Litbang Pertanian serta untuk
memperoleh umpan balik mengenai
karakteristik teknologi tepat guna,
spesifik pengguna dan lokasi, merupakan
informasi esensial dalam rangka
mewujudkan penelitian dan pengembangan
berorientasikan kebutuhan pengguna.
Prima Tani dirancang berfungsi ganda,
sebagai modus diseminasi dan sekaligus
sebagai laboratorium lapang penelitian
dan pengembangan.
b. Penyediaan benih bermutu dari varietas
unggul dalam jumlah yang cukup dan
mudah diakses atau terjangkau oleh
petani. Untuk itu perlu ditumbuh
kembangkan penangkar-penangkar benih
kedelai berbasis komunitas (community
based seed production) di pedesaan,
sebab pengusaha benih/swasta besar
tidak akan tertarik pada produksi benih
kedelai yang memberikan keuntungan
yang tidak besar;
c. Penyediaan modal baik untuk petani atau
penangkar benih; dan
d. Pendampingan petani oleh penyuluh
dan/atau peneliti.
Menurut Balitkabi (2008), kedelai
yang diusahakan dengan pendekatan PTT
dapat memberikan hasil mencapai 1,95-2,2
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
43
t/ha di Ngawi Jawa Tengah. Sedangkan
kedelai yang diusahakan pada lahan kering
masam di Lampung dengan pendekatan PTT
memberikan hasil 1,76-2,02 t/ha lebih tinggi
dari hasil kedelai Propinsi Lampung yang
hanya 1,1 t/ha. Sementara itu, hasil kedelai
yang diusahakan dengan pendekatan PTT di
Sumatera Utara memberikan hasil berkisar
1,92-2,03 t/ha dan di lahan pasang surut
Jambi mencapai 2,1 t/ha.
5. Konsistensi Program dan
Kesungguhan Aparat
Membangun sistem usaha agribisnis
kedelai memerlukan komitmen/program yang
kuat antara pemerintah, swasta (agroindustri)
dan petani, agar keberlanjutan usaha yang
saling menguntungkan dapat terjamin. Sejak
era Orde Baru (Orba) sampai era Reformasi
yang dilanjutkan dengan era Otonomi Daerah
(Otoda), pemerintah telah menempuh banyak
kebijakan dalam mengembangkan kedelai di
Indonesia yang memiliki tujuan yang sama
meskipun nama programnya berbeda. Era
Orba, kebijakan pengembangan kedelai
ditempuh melalui: (i) kebijaksanaan harga
yang berorierntasi pada produsen; (ii)
Pengembangan paket teknologi; (iii) Subsidi
sarana produksi; dan (iv) pengendalian impor
dan perdagangan dalam negeri
(Puslitbangtan, 1991). Dalam era Reformasi
sampai Otoda, kebijakan pengembangan
kedelai terus dilanjutkan dengan berbagai
program yang berorientasi produksi, seperti
Gema Palagung dan Proksi Mantap (Hafsah
dan Sudaryanto, 2004). Kemudian tahun
2006-2010, pemerintah mencanangkan
program ”BANGKIT KEDELAI”, singkatan
dari Pengembangan Khusus dan Intensif
Kedelai. Program ini bertujuan untuk
membangkitkan gairah petani dalam
mengembangkan kedelai melalui upaya
peningkatan produktivitas, perluasan areal
tanam, kemitraan, dan lain-lain.
Meskipun program pengembangan
kedelai sudah banyak dilaksanakan, namun
ada kecenderungan bahwa produksi kedelai
baru meningkat ketika ada program
pengembangan dari pemerintah (Atman,
2006c). Untuk itu, kesinambungan dan
konsistensi program termasuk pendanaannya
harus mendapat perhatian dan alokasi yang
sepadan. Atman dan Hosen (2008)
menyarankan untuk pengembangan
agribisnis kedelai diperlukan sebuah gerakan
yang dikomandoi oleh Pemerintah Daerah
dengan tetap mengacu pada kebijakan
pengembangan kedelai secara nasional,
seperti subsidi harga dan lainnya. Untuk
menjalankan Program Pemerintah Daerah ini,
beberapa saran diajukan kepada pengambil
kebijakan di tingkat Propinsi dan
Kabupaten/Kota, yaitu: (i) Memanfaatkan
lahan yang sudah diusahakan secara optimal
(sawah dan lahan kering) untuk kedelai tanpa
mengurangi areal tanam tanaman yang sudah
ada; (ii) Pengusahaan kedelai oleh petani
harus menerapkan inovasi baru agar efisiensi
usaha dapat dicapai dan kompetitif dengan
komoditas pangan lainnya; dan (iii) program
penanaman kedelai di lahan sawah tadah
hujan dan irigasi sederhana, sebaiknya
menjadi program prioritas.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Produksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992
(1,87 juta ton). Namun setelah itu,
produksi terus mengalami penurunan
hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun
2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi
kedelai merosot mencapai 64 persen.
Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung
meningkat sehingga impor kedelai juga
mengalami peningkatan mencapai 1,307
juta ton pada tahun 2004.
2. Untuk menjamin keberhasilan
peningkatan produksi kedelai nasional
paling tidak ada lima strategi penting
yang harus dilaksanakan, yaitu: (1)
Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan
potensi lahan; (3) Intensifikasi
pertanaman; (4) Perbaikan proses
produksi; dan (5) Konsistensi program
dan kesungguhan aparat.
3. Peningkatan harga jual di tingkat petani
merupakan kunci utama dalam
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
44
mengembalikan minat petani untuk
menanam kedelai. Terjadinya perubahan
kebijakan pengelolaan lahan pertanian di
Amerika Serikat dari tanaman kedelai ke
tanaman jagung (sebagai sumber ethanol)
menyebabkan produksi kedelai dunia
mulai berkurang. Kondisi ini memberi
peluang kembali bagi peningkatan
produksi kedelai di Indonesia sekaligus
meningkatkan pendapatan petani dengan
harga yang lebih tinggi dan lebih
kompetitif dibanding komoditas palawija
lainnya.
4. Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia
untuk mendukung peningkatan produksi
kedelai antara lain dapat dilakukan
dengan penanaman kedelai sebagai
tanaman utama ataupun sebagai tanaman
sela, diantaranya penanaman kedelai
secara tumpang sari dengan ubikayu,
kelapa sawit, kelapa, atau tanaman tua
lainnya.
5. Pemanfaatan potensi lahan bera setelah
panen padi sawah juga dapat mendukung
peningkatan produksi kedelai utamanya
pada lahan sawah tadah hujan, lahan
sawah irigasi desa, dan lahan sawah
irigasi sederhana dengan pola tanam
padi-kedelai-padi.
6. Intensifikasi pertanaman untuk
mendukung peningkatan produksi kedelai
antara lain dapat dilakukan melalui
perluasan areal tanam. Pengembangan
kedelai sebaiknya diprioritaskan pada
propinsi yang memiliki lahan berpotensi
tinggi cukup luas, seperti: Jawa Timur,
Jawa Tengah, Sumatera Barat, Papua
barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Bila lahan berpotensi sedang juga
diperhitungkan maka kedelai dapat juga
dikembangkan di Lampung, N.A.
Darusalam, Banten, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Tenggara.
7. Proses produksi yang mampu
memberikan produktivitas tinggi, efisien,
dan berkelanjutan dapat dilakukan
melalui pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kedelai.
8. Membangun sistem usaha agribisnis
kedelai memerlukan komitmen/program
yang kuat antara pemerintah, swasta
(agroindustri) dan petani, agar
keberlanjutan usaha yang saling
menguntungkan dapat terjamin.
Disarankan untuk pengembangan
agribisnis kedelai diperlukan sebuah
gerakan yang dikomandoi oleh
Pemerintah Daerah dengan tetap
mengacu pada kebijakan pengembangan
kedelai secara nasional, seperti subsidi
harga dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimoeso, S. 2006. Tahun 2006, Deptan RI
Canangkan Program Bangkit Kedelai. Dalam
www.jabar.go.id, 1 Juni 2006.
2. Atman. 2006a. Pengembangan kedelai di
lahan masam. Harian Singgalang. Kamis, 27
Juli 2006.
3. Atman. 2006b. Pengembangan kedelai pada
lahan sawah di Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah
Tambua Universitas Mahaputra Muhammad
Yamin. Vol. V, No. 3 September-Desember
2006;hlm 288-296.
4. Atman. 2006c. Bangkit Kedelai. Harian
Singgalang. Senin, 26 Juni 2006.
5. Atman dan N. Hosen. 2008. Dukungan
Teknologi dan Kebijakan Dalam
Pengembangan Kedelai di Sumbar Jurnal
Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra
Muhammad Yamin. Vol. VII, No.3,
September-Desember 2008: 347-359 hlm.
6. Balitkabi. 2008. Teknologi produksi kedelai:
Arah dan pendekatan pengembangan. Warta
Litbang Pertanian. Vol. 30. No. 1. tahun
2008. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Hlm.
5-6.
7. BBSDLP. 2008. Potensi dan ketersediaan
lahan untuk pengembangan kedelai di
Indonesia. Warta Litbang Pertanian. Vol. 30.
No. 1. tahun 2008. Badan Litbang Pertanian
Jakarta. Hlm. 3-5.
8. Hafsah M.J dan Tahlim S. 2004. Sejarah
intensifikasi padi dan prospek
pegembangannya. Artikel dalam buku
“Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Penerbit Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Hal 17-29.
9. Hamzah, Z., I. Rusli., Z. Zaini., dan A.
Syarifuddin, K. 1987. Budidaya kedelai
tanpa pengolahan tanah sesudah padi sawah.
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
45
Rízala Temu Alih Teknologi. Sukarami, 14-
15 September 1987. Balittan Sukarami; Hlm.
22-29.
10. Puslitbangtan, 1991. Pengembangan
kedelai: Potensi, kendala dan peluang. Badan
Litbang Pertanian. Jakarta.
11. Puslitbangtan. 2008. Menggenjot produksi
kedelai dengan teknologi. Warta Litbang
Pertanian. Vol. 30. No. 1. tahun 2008. Badan
Litbang Pertanian Jakarta. Hlm. 1-3.
12. Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai
langkah awal pengembangan sistem dan
usaha agribisnis industrial. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional
Penerapan dan Inovasi Teknologi dalam
Agribisnis sebagai Upaya Pemberdayaan
Rumah Tangga petani. PSE Pertanian-
Universitas Wydia Mataram Yogyakarta; 16
hlm.
13. Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S.
Swastika. 2005. Pengembangan kedelai dan
kebijakan penelitian di Indonesia. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Pengembangan
Kedelai di Lahan Sub Optimal. Balitkabi
Malang, 26 Juli 2005.
14. Subandi. 2007. Lima strategi pengembangan
kedelai. Koran Sinar Tani Edisi 30 Mei-5
Juni 2007.
http://atmanroja.files.wordpress.com/2009/06/03kedelaiindonesia.pdf

Rabu, 30 Desember 2009

Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan para pecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.


  • Kebakaran hutan besar-besaran

Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.

  • Situs purbakala cepat rusak

Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini.

  • Ketinggian gunung berkurang

Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.

  • Satelit bergerak lebih cepat

Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.

  • Hanya yang Terkuat yang Bertahan

Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup termasuk manusia.

  • Pelelehan Besar-besaran

Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.

  • Keganjilan di Daerah Kutub

Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub. Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.

  • Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara

Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.

  • Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi

Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.

  • Peningkatan Kasus Alergi

Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.

sumber:http://netsains.com/2008/03/10-gejala-pemanasan-global/

Rabu, 09 September 2009

buat orang lain tersenyum karena bahagia

ketika kita lahir didunia................ kita tidak tau akan dilahirkan dikeluaraga yang bagaimana,,,,,beruntunglah bagi manusia-manusia yang dilahirkan di suatu keluarga yang baik, penuh kasihsayang, kaya, yang semua kebutuhan tercukupi................namun, ada seorang manusia yang dilahirkan pada suatu keluarga yang pas-psan bahkan kurang.........., sehingga membuat manusia tersebut mengeluh.., ................tapi ini lah hidup yang perlu kita jalani untuk menuju kehidupan yang kekal maka kita harus pandai bersyulur, ikhlas dan isilah kehidupan ini dengan sesuatu yang membuat orang lain tersenyum.........................."dimanapun kita berada orang lain akan tersenyum karena bahagia akan keberadaan kita"

Kamis, 13 Agustus 2009

biologi



Biologi Sel

1. Sel Hewan dan Sel Tumbuhan

sel Hewan

sel tumbuhan

2. Metabolisme sel

a. Glikolisis

glycolysis

b. Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)

siklus_krebs

c. Asimilasi

asimilasi

d. Fotosintesis

photosynthesis2

photosynthesis

e. Sintesis Protein

sintesis protein

f. Transkripsi

transkripsi

g. Translasi

translasi

h. Kode genetik

kode_genetik

3. Transport antar membran

a. Difusi

difusi terfasilitasi

b. Osmosis

osmosis

c. Transport Aktif

transaktif

4. Mitosis dan Meiosis

a. Mitosis

mitosis

b. Meiosis

meiosis_1

meiosis_2

5. Mikrobiologi

sel prokariot

sel-prokariot

  • Anatomi dan Fisiologi Tanaman

Reproduksi aseksual

reproduksi-vegetatif

  • Anatomi dan Fisiologi Hewan

1. Pencernaan dan Makanan

pencernaan

2. Pernafasan

pernafasan

3. Sirkulasi

sirkulasi

4. Pengaturan (Syaraf dan Hormon)

a. Sistem Syaraf

sistem-saraf

b. Sistem Endokrin

endocrine-system

5. Imunitas

imun

  • Genetika dan Evolusi

1. Variasi

Mutasi

mutasi

2. Hereditas Mendel

mendel

3. Mekanisme Evolusi

Seleksi Alam

natural-selection-giraffe

  • Ekologi

ekosistem1

  • Biosistematika

1. Kingdom Protista

euglena2-protista

2. Kingdom Fungi

fungi

3. Kingdom Animalia

animalia

Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung

oleh : Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti

PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan
lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung
tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak
pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan
silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan
pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama
penyinaran, dan suhu.
Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhanjagung sangat mem-
bantu dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait dengan
optimasi perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan),
cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan
hama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal,
atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman.
Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika per-
tumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air,
dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup
pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus
sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
Terdapat beberapa metode penentuan fase pertumbuhan jagung.
Metode yang umum digunakan adalah metode leaf collar, yaitu menentukan
fase pertumbuhan berdasarkan jumlah daun yang tidak lagi membungkus
batang atau telah terbuka sempurna selama fase vegetatif, termasuk daun
pertama yang muncul, round-tipped leaf . Metode penentuan fase
pertumbuhan perlu diketahui dalam budi daya tanaman.
Tulisan ini membahas morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung
dalam kaitannya dengan upaya peningkatan produksi.17 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
MORFOLOGI
Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari
subfamili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah
teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung.
Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di
daerah pertanaman jagung.
Sistem Perakaran
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar
seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal
adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar
seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan
pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah
akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set
akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke
atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif
berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit
berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam
pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar
adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar
adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah.
Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan
mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air.
Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya)
bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan
air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi
tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran aluminium,
tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar (Syafruddin
2002). Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan
perbedaan perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith et
al. 1995).
Batang dan Daun
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas
terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas
berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga
komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh
(bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles vaskuler tertata dalam18 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles yang tinggi, dan lingkaran-
lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan bundles berkurang
begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi di
bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah. Genotipe jagung yang
mepunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim
berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler
(Paliwal 2000). Terdapat variasi ketebalan kulit antargenotipe yang dapat
digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap rebah batang.
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai
terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun
yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku
batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata
munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun.
Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih
banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Paliwal 2000).
Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal,
sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai
dari sangat sempit (<>11 cm). Besar sudut daun mempengaruhi
tipe daun. Sudut daun jagung juga beragam, mulai dari sangat kecil hingga
sangat besar (Gambar 1). Beberapa genotipe jagung memiliki antocyanin
pada helai daunnya, yang bisa terdapat pada pinggir daun atau tulang daun.
Intensitas warna antocyanin pada pelepah daun bervariasi, dari sangat
lemah hingga sangat kuat.
Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat,
bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak posisi
daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan
menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil
sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant
umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus
sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi
Gambar 1. Sudut daun jagung.
Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar19 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan
tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula.
Bunga
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga
jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol,
muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari
titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki
primordia bunga biseksual. Selama proses perkembangan, primordia
stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina.
Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak
berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal 2000). Serbuk sari (pollen)
adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet jantan dan
mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua
lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan
perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah
dan ketidaksinkronan matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinu
dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih.
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang
matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5
cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung
bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.
Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian besar
varietas, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga
betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet
yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel),
kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin
sehingga terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan tercekam (stress)
karena kekurangan air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda,
Gambar 2. Bentuk ujung daun jagung.
Runcing Runcing agak bulat Bulat Bulat agak tumpul Tumpul Runcing Runcing agak bulat Bulat Bulat agak tumpul Tumpul20 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh. Interval antara keluarnya
bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) adalah hal
yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi
pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna
sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan
dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis
umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan
temperatur tinggi.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan
menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal
dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari
tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari
silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal
dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung
pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam
3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah
terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai
terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol
berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
Tongkol dan Biji
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak
pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar
dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-
16 baris biji yang jumlahnya selalu genap.
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga
bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi
mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b)
endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang
Gambar 3. Kiri, bunga jantan (anther dan spikelet), dan kanan bunga betina (silk).21 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan
(c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule,
akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998).
Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian
besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian
kecil bahan antara (White 1994). Namun pada beberapa jenis jagung
terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan amilopektin. Protein
endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan
kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin
(larut dalam larutan salin), zein atau prolamin (larut dalam alkohol
konsentrasi tinggi), dan glutein (larut dalam alkali). Pada sebagian besar
jagung, proporsi masing-masing fraksi protein adalah albumin 3%, globulin
3%, prolamin 60%, dan glutein 34% (Vasal 1994).
Berdasarkan bentuk dan strukturnya biji jagung dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Jagung Mutiara (Flint Corn), Zea mays indurate
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian
pati yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji
mengkerut bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan
bulat.
Varietas lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji
mutiara. Tipe ini disukai petani karena tahan hama gudang.
Gambar 4. Biji jagung dan bagian-bagiannya.
Pati (aleurone)
Kulit biji
(perikarp)
Kotiledon
(skutelum)
Endosperma
Koleoptil
Plumula daun
Meristem apikal tajuk
Meristem apikal akar
Koleoriza
Pati (aleurone)
Kulit biji
(perikarp)
Kotiledon
(skutelum)
Endosperma
Koleoptil
Plumula daun
Meristem apikal tajuk
Meristem apikal akar
Koleoriza22 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
Jagung Gigi Kuda (Dent Corn), Zea mays indentata
Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan
bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji
mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut
daripada pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji.
Biji tipe dent ini bentuknya besar, pipih, dan berlekuk.
Jagung Manis (Sweet Corn), Zea mays saccharata
Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum
masak mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride, WSP) lebih
tinggi daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi
dibanding jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat
ini ditentukan oleh gen sugary (su) yang resesif (Tracy 1994).
Jagung Pod, Z. tunicata Sturt
Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh
glume atau kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan
secara komersial sehingga tidak banyak dikenal. Kultivar Amerika Selatan
dimanfaatkan oleh suku Indian dalam upacara adat karena dipercaya
memiliki kekuatan magis.
Jagung Berondong (Pop Corn), Zea mays everta
Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung
pati keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit
terletak di tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke
dalam biji yang kemudian membesar dan pecah (pop).
Jagung Pulut (Waxy Corn), Z. ceritina Kulesh
Jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya
gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom
sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi
amilosa sangat sedikit (Fergason 1994).
Jagung QPM (Quality Protein Maize)
Jagung QPM memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi
dalam endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque-2 (o2
) bersifat
resesif yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan. Prolamin menyusun
sebagian besar protein endosperm dengan kandungan lisin dan triptofan
yang jauh lebih rendah dibanding fraksi protein lain. Fraksi albumin, globulin,23 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
dan glutein memiliki kandungan lisin dan triptofan tinggi. Gen o2
dalam
ekspresinya mengubah proporsi kandungan fraksi-fraksi protein. Fraksi
prolamin berkurang hingga 50%, sedangkan sintesis albumin, globulin, dan
glutein meningkat. Kandungan lisin dan triptofan jagung QPM meningkat,
sementara sintesis prolamin memiliki kandungan lisin rendah (Vasal 1994).
Kandungan protein yang tinggi dalam endosperm memberikan warna
gelap pada biji.
Jagung Minyak Tinggi (High-Oil)
Jagung minyak tinggi memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari 6%,
sementara sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5%. Sebagian besar
minyak biji terdapat dalam scutelum, yaitu 83-85% dari total minyak biji.
Jagung minyak tinggi sangat penting dalam industri makanan, seperti
margarin dan minyak goreng, serta industri pakan. Ternak yang diberi pakan
jagung minyak tinggi berdampak positif terhadap pertumbuhannya
(Lambert 1994). Jagung minyak tinggi memiliki tipe biji bermacam-macam,
bisa dent atau flint.
FASE PERTUMBUHAN DAN PERKECAMBAHAN
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang
dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai
dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun
pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun
pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya
bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang
terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking
sampai masak fisiologis.
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit
biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam
tanah meningkat >30% (McWilliams et al. 1999). Proses perkecambahan
benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan
benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi
yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak,
dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula,
asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio
yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang
menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikel24 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu
yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil
terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil
ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan
kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan
tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil
dan menembus permukaan tanah.
Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila
kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah
tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah
ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap
pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang
dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua
minggu setelah tanam atau lebih.
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah.
Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing
dengan tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal
dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih
awal dan seragam.
Gambar 5. Perkecambahan benih jagung.
Biji
(Luar)
Endosperma
plumula
(Dalam)
kotiledon
Radikula
Daun pertama
muncul
Koleoptil
terbuka
Koleoptil
(pelepah
pelindung
pucuk dan
daun)
Koleoptil
muncul
Akar
Rambut akar
tumbuh pada
akar utama
Plumula
(pucuk
pertama)
Radikula
(akar
pertama)
Biji
(Luar)
Endosperma
plumula
(Dalam)
kotiledon
Radikula
Daun pertama
muncul
Koleoptil
terbuka
Koleoptil
(pelepah
pelindung
pucuk dan
daun)
Koleoptil
muncul
Akar
Rambut akar
tumbuh pada
akar utama
Plumula
(pucuk
pertama)
Radikula
(akar
pertama)25 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase
berikut:
Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah
berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,
akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah.
Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan
memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda
terbentuknya bunga jantan (McWilliams et al . 1999).
Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah
berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembang-
an akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang
meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan
perkembangan tongkol dimulai (Lee 2007). Tanaman mulai menyerap hara
dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams
et al. 1999).
Fase V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir
15-18)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah
berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering
meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi
untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif
terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini,
kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap per-
tumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan
jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya
menurunkan hasil (McWilliams et al. 1999, Lee 2007). Kekeringan pada fase
ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
Fase Tasseling (berbunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya
cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/
rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul,
di mana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan
mulai menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas26 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot
kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-
70%, 50%, dan 80-90%.
Fase R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang
terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan
(polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh
menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari
tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur
(ovule), di mana pembuahan ( fertilization) akan berlangsung membentuk
bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari.
Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus
memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam
suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu
glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji.
Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan.
Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat
struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir
komplit (Lee 2007).
Fase R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah
kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir
sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati
mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan
menurun terus sampai panen.
Fase R3 (masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam
bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji
sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji
setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap.
Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang
terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.
Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti
pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah
terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman
kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.27 Subekti et al.: Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
Gambar 6. Fase pertumbuhan tanaman jagung.
Fase R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk
sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan
segera terhenti. Kadar air biji 55%.
Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking.
Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum.
Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan
telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman.
Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap,
dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung
tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau
(stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna
hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar
air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh
tanaman mencapai masing-masing 100%.28 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA
Fergason, V. 1994. High amylose and waxy corn. In: A. R. Halleuer (Ed.)
Specialty Corns. CRC Press Inc. USA.
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension
Service. University of Minesota. p.5.
Lambert, R.J. 1994. High oil corn hybrids. In: Arnel R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC Press Inc. USA.
Lee, C. 2007. Corn growth and development. www.uky.edu/ag/grain crops.
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management quick guide.www.ag.ndsu.edu.
Paliwal. R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical maize:
improvement and production. Food and Agriculture Organization of
the United Nations. Rome. p 13-20.
Smith, M.E., C.A. Miles, and J. van Beem. 1995. Genetic improvement of maize
for nitrogen use efficiency. In Maize research for stress environment.
p. 39-43.
Syafruddin. 2002. Tolok ukur dan konsentrasi Al untuk penapisan tanaman
jagung terhadap ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan 24: 3-4.
Tracy, W. F. 1994. Sweet corn. In: A. R. Halleuer (Ed.) Specialty corns. CRC
Press Inc. USA.
Vasal, S.K. 1994. High quality protein corn. In: A. R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC Press Inc. USA.
White, P.J. 1994. Properties of corn strach. In: A. R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC Press Inc. USA.