Cari Blog Ini

Kamis, 06 Mei 2010

STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA

Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
39
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA
Atman
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat
Abstract
Strategy Product Increase of Soybean in Indonesia. The highest production of soybean in
Indonesia was get in 1992 (1,87 million ton). But afterwards, the soybean production had been
being decrease, and in 2003 the soybean production only 0,672 million ton. Its mean in teen
years the production decrease 64 percent. However, the domestics consumption of soybean
had been being increasing, so the import of soybean have been increasing. In 2004 the import
of soybean about 1,307 million ton, To increase soybean nation product these were five
strategy: (1) Increasing the price; (2) Extensification of land use; (3) Soybean intensification;
(4) Improve culture practice; and (5) Consistency program and seriously of government. The
development of soybean should be priority in provinces have land like East Java, Middle Java,
West Sumatra, West Papua, West Java, and South Celebes. Soybean farm can expand to
Lampung, N.A. Darusalam, Banten, West Nusa Tenggara, and South-East Celebes by
Integrated Crop Management (ICM). The local government should be lead and some any
police to improve soybean production.
Keywords: soybean, strategy, production, program, potency, ICM.
PENDAHULUAN
roduksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992
yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun
setelah itu, produksi terus mengalami
penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada
tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun
produksi kedelai merosot mencapai 64
persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai
cenderung meningkat sehingga impor kedelai
juga mengalami peningkatan mencapai 1,307
juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali
produksi nasional) (Tabel 1). Impor ini
berdampak menghabiskan devisa negara
sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu,
impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3
juta ton per tahun yang menghabiskan devisa
negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun (Atman,
2006a; Alimoeso, 2006).
Tabel 1. Neraca produksi, konsumsi, dan perdagangan kedelai di Indonesia (1990 s/d 2004).
Tahun Produksi
(000 ton)
Konsumsi
(ton)
Defisit
(000 ton)
Impor
(000 ton)
Ekspor
(ton)
Net Impor
(000 ton)
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
1.487
1.555
1.870
1.709
1.565
1.680
1.517
1.357
1.306
1.383
1.018
827
673
672
707
2.028
2.228
2.560
2.431
2.365
2.287
2.263
1.973
1.649
2.684
2.294
1.960
2.017
2.016
2.015
541
673
690
723
800
607
746
616
343
1.301
1.276
1.133
1.344
1.343
1.307
541
673
694
724
800
607
746
616
343
1.302
1.278
1.136
1.365
1.193
1.307
0,24
0,27
3,91
0,75
0,03
0,08
0,24
0,01
0,00
0,02
0,52
1,19
0,24
0,43
0,00
541
672
690
723
800
607
746
616
343
1.302
1.277
1.135
1.365
1.192
1.307
Pertumb.(%) -5,17 -0,05 6,51 6,50 - 6,51
Sumber: Simatupang, et al. (2005).
P
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
40
Proyeksi konsumsi kedelai terlihat
bahwa total kebutuhan terus mengalami
peningkatan dari 2,35 juta ton pada tahun
2009 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015
dan 3,35 juta ton pada tahun 2025 (Tabel 2).
Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional
1,5 t/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal
tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada
tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025
(Simatupang, et al., 2005). Tantangannya
adalah bagaimana mencapai areal tanam
tersebut sementara lahan yang tersedia
terbatas dan digunakan untuk berbagai
tanaman palawija lainnya yang lebih
kompetitif.
Tabel 2. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2009-2025.
Tahun Konsumsi/cap
(kg/th)
Proyeksi
Penduduk
(000 jiwa)
Pertumbuhan
Penduduk
(%)
Total
Konsumsi
(000 ton)
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
9,67
9,77
9,87
9,97
10,07
10,17
10,27
10,37
10,47
10,58
10,68
10,79
10,90
11,01
11,12
11,23
11,34
242.835
246.380
249.903
253.402
256.874
260.316
263.726
267.102
270.440
273.740
276.997
280.210
283.377
286.494
289.559
292.571
295.526
1,49
1, 46
1, 43
1, 40
1, 37
1, 34
1, 31
1, 28
1, 25
1, 22
1, 19
1, 16
1, 13
1, 10
1, 07
1, 04
1, 01
2,349
2,407
2,466
2,525
2,585
2,646
2,708
2,770
2,833
2,896
2,960
3,024
3,089
3,154
3,219
3,286
3,352
Sumber: Simatupang, et al. (2005).
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI
Sampai saat ini, produksi kedelai di
tingkat petani masih rendah, rata-rata 1,3 t/ha
dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha, sedangkan
potensi hasilnya bisa mencapai 3,0 t/ha.
Senjang produktivitas yang sangat besar
tersebut memberikan peluang bahwa
peningkatan produksi melalui peningkatan
produktivitas di tingkat petani masih bisa
dilakukan.
Menurut Subandi (2007), paling tidak
ada lima strategi penting yang harus
dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan
peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu:
(1) Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan
potensi lahan; (3) Intensifikasi pertanaman;
(4) Perbaikan proses produksi; dan (5)
Konsistensi program dan kesungguhan
aparat.
1. Perbaikan Harga Jual
Harga jual yang rendah di tingkat
petani sehingga kurang kompetitif
dibandingkan komoditas palawija lainnya,
merupakan salah satu faktor utama yang
menyebabkan petani kurang berminat
membudidayakan kedelai. Peningkatan harga
jual di tingkat petani merupakan kunci utama
dalam mengembalikan minat petani untuk
menanam kedelai.
Untuk memenuhi kebutuhan kedelai
di Indonesia, pemerintah terpaksa melakukan
impor kedelai, terutama dari negara Amerika
Serikat sebagai pengekspor utama.
Terjadinya perubahan kebijakan pengelolaan
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
41
lahan pertanian di Amerika Serikat dari
tanaman kedelai ke tanaman jagung (sebagai
sumber ethanol) menyebabkan produksi
kedelai dunia mulai berkurang sementara
permintaan selalu meningkat. Akibatnya,
selain harga kedelai di pasaran dunia dan
lokal yang naik lebih dari dua kali lipat,
ketersediaan kedelai di pasar juga sudah
mulai langka.
Harga kedelai di pasar dunia akhirakhir
ini meningkat tajam. Pada awal tahun
2007 harga kedelai hanya $300 US per ton,
meningkat menjadi $600 US per ton pada
akhir tahun 2007 (Puslitbangtan, 2008). Hal
ini berdampak langsung terhadap kenaikan
harga kedelai di dalam negeri. Pada awal
tahun 2007 harga eceran kedelai sekitar
Rp.3.000 per kg, naik menjadi Rp.8.000 per
kg, bahkan di beberapa daerah mencapai
Rp.10.000 per kg. Kondisi ini memberi
peluang kembali bagi peningkatan produksi
kedelai di Indonesia sekaligus meningkatkan
pendapatan petani dengan harga yang lebih
tinggi dan lebih kompetitif dibanding
komoditas palawija lainnya.
2. Pemanfaatan Potensi Lahan
Pemanfaatan potensi lahan yang
tersedia untuk mendukung peningkatan
produksi kedelai antara lain dapat dilakukan
dengan penanaman kedelai sebagai tanaman
utama ataupun sebagai tanaman sela,
diantaranya penanaman kedelai secara
tumpang sari dengan ubikayu, kelapa sawit,
kelapa, atau tanaman tua lainnya. Menurut
Subandi (2007), dengan menerapkan
teknologi maju, kedelai yang ditumpang
sarikan dengan ubikayu dapat berproduksi
mencapai 2 t/ha sedangkan ubikayu 30 t/ha.
Selain itu, pemanfaatan potensi lahan
bera setelah panen padi sawah juga dapat
mendukung peningkatan produksi kedelai
utamanya pada lahan sawah tadah hujan,
lahan sawah irigasi desa, dan lahan sawah
irigasi sederhana. Menurut Atman (2006b),
biasanya lahan ini dibiarkan bera setelah
panen padi untuk waktu cukup lama (1-3
bulan). Pemanfaatan lahan ini untuk
budidaya kedelai dapat meningkatkan indeks
pertanaman yang hanya 170% menjadi 200-
250% per tahun, dengan pola tanam padikedelai-
padi dan hasil yang cukup tinggi.
Hasil penelitian Hamzah, et al. (1987),
penanaman kedelai pada setelah padi sawah
tanpa pengolahan tanah mampu memberikan
hasil sampai 2,3 t/ha di Aceh dan 1,97 t/ha di
Sumatera Barat.
3. Intensifikasi Pertanaman
Intensifikasi pertanaman untuk
mendukung peningkatan produksi kedelai
antara lain dapat dilakukan melalui perluasan
areal tanam. Perluasan areal tanam tidak
hanya dilakukan pada daerah-daerah yang
sebelumnya menjadi sentra produksi kedelai
tetapi juga membuka daerah-daerah
pertumbuhan baru. Menurut BBSDLP
(2008), dari identifikasi biofisik sumberdaya
lahan di 17 propinsi di Indonesia didapatkan
17,7 juta ha lahan yang sesuai untuk
pengembangan kedelai, terdiri dari 5,3 juta
ha berpotensi tinggi, 3,1 juta ha berpotensi
sedang, dan 9,3 juta ha berpotensi rendah
(Tabel 3). Pengembangan kedelai sebaiknya
diprioritaskan pada propinsi yang memiliki
lahan berpotensi tinggi cukup luas, seperti:
Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat,
Papua barat, Jawa Barat, dan Sulawesi
Selatan. Bila lahan berpotensi sedang juga
diperhitungkan maka kedelai dapat juga
dikembangkan di Lampung, N.A. Darusalam,
Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi
Tenggara.
4. Perbaikan Proses Produksi
Proses produksi yang mampu
memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan
berkelanjutan yakni melalui pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah
satu pendekatan dalam usahatani yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
dan pendapatan petani serta melestarikan
lingkungan produksi. Dalam implementasinya,
PTT mengintegrasikan komponen
teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman,
dan organisme pengganggu tanaman (LATO)
secara terpadu.
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
42
Tabel 3. Lahan yang berpotensi tinggi, sedang, dan rendah untuk pengembangan kedelai di 17
Propinsi di Indonesia.
Propinsi Potensi
tinggi (ha)
Potensi sedang
(ha)
Potensi
rendah (ha)
Jumlah (ha)
N.A.Darusalam
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Lampung
Bangka Belitung
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Papua
Papua Barat
6.821
861.220
0
20.339
58.213
0
412.608
1.054.842
1.494.942
0
127.725
184.210
327.362
610
49.900
171.381
562.349
185.988
78.011
16.287
0
214.479
0
774.136
541.136
337.775
183.104
48.055
158.812
403.519
18.424
144.582
0
2.466
173.051
360.487
774.487
1.216.946
590.085
190.431
325.675
158.228
486.976
206.935
34.368
53.828
448.231
29.724
474.587
2.576.646
1.198.951
365.860
1.299.718
791.203
1.237.285
862.778
190.431
1.512.419
1.754.297
2.319.693
390.039
210.148
396.850
1.179.112
48.758
669.069
2.748.027
1.763.766
Jumlah 5.332.522 3.106.865 9.300.065 17.739.452
Sumber: BBSDLP (2008).
Dalam melaksanakan PTT kedelai
harus dilaksanakan beberapa kegiatan
penting (Subandi, 2007), antara lain:
a. Mempercepat proses diseminasi dan
adopsi inovasi teknologi maju yang telah
banyak tersedia. Menurut Simatupang
(2004), untuk mempercepat proses
diseminasi dan adopsi inovasi teknologi
agar teknologi tersebut dapat diadopsi
petani maka strategi pemasyarakatan
inovasi teknologi hasil penelitian kedelai
mengacu pada program Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian tahun 2005
yakni melaksanakan Program Rintisan
dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi
Teknologi Petani (PRIMA TANI).
Tujuan utama Prima Tani adalah untuk
mempercepat waktu, meningkatkan kadar
dan memperluas prevalensi adopsi
teknologi inovatif yang dihasilkan oleh
Badan Litbang Pertanian serta untuk
memperoleh umpan balik mengenai
karakteristik teknologi tepat guna,
spesifik pengguna dan lokasi, merupakan
informasi esensial dalam rangka
mewujudkan penelitian dan pengembangan
berorientasikan kebutuhan pengguna.
Prima Tani dirancang berfungsi ganda,
sebagai modus diseminasi dan sekaligus
sebagai laboratorium lapang penelitian
dan pengembangan.
b. Penyediaan benih bermutu dari varietas
unggul dalam jumlah yang cukup dan
mudah diakses atau terjangkau oleh
petani. Untuk itu perlu ditumbuh
kembangkan penangkar-penangkar benih
kedelai berbasis komunitas (community
based seed production) di pedesaan,
sebab pengusaha benih/swasta besar
tidak akan tertarik pada produksi benih
kedelai yang memberikan keuntungan
yang tidak besar;
c. Penyediaan modal baik untuk petani atau
penangkar benih; dan
d. Pendampingan petani oleh penyuluh
dan/atau peneliti.
Menurut Balitkabi (2008), kedelai
yang diusahakan dengan pendekatan PTT
dapat memberikan hasil mencapai 1,95-2,2
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
43
t/ha di Ngawi Jawa Tengah. Sedangkan
kedelai yang diusahakan pada lahan kering
masam di Lampung dengan pendekatan PTT
memberikan hasil 1,76-2,02 t/ha lebih tinggi
dari hasil kedelai Propinsi Lampung yang
hanya 1,1 t/ha. Sementara itu, hasil kedelai
yang diusahakan dengan pendekatan PTT di
Sumatera Utara memberikan hasil berkisar
1,92-2,03 t/ha dan di lahan pasang surut
Jambi mencapai 2,1 t/ha.
5. Konsistensi Program dan
Kesungguhan Aparat
Membangun sistem usaha agribisnis
kedelai memerlukan komitmen/program yang
kuat antara pemerintah, swasta (agroindustri)
dan petani, agar keberlanjutan usaha yang
saling menguntungkan dapat terjamin. Sejak
era Orde Baru (Orba) sampai era Reformasi
yang dilanjutkan dengan era Otonomi Daerah
(Otoda), pemerintah telah menempuh banyak
kebijakan dalam mengembangkan kedelai di
Indonesia yang memiliki tujuan yang sama
meskipun nama programnya berbeda. Era
Orba, kebijakan pengembangan kedelai
ditempuh melalui: (i) kebijaksanaan harga
yang berorierntasi pada produsen; (ii)
Pengembangan paket teknologi; (iii) Subsidi
sarana produksi; dan (iv) pengendalian impor
dan perdagangan dalam negeri
(Puslitbangtan, 1991). Dalam era Reformasi
sampai Otoda, kebijakan pengembangan
kedelai terus dilanjutkan dengan berbagai
program yang berorientasi produksi, seperti
Gema Palagung dan Proksi Mantap (Hafsah
dan Sudaryanto, 2004). Kemudian tahun
2006-2010, pemerintah mencanangkan
program ”BANGKIT KEDELAI”, singkatan
dari Pengembangan Khusus dan Intensif
Kedelai. Program ini bertujuan untuk
membangkitkan gairah petani dalam
mengembangkan kedelai melalui upaya
peningkatan produktivitas, perluasan areal
tanam, kemitraan, dan lain-lain.
Meskipun program pengembangan
kedelai sudah banyak dilaksanakan, namun
ada kecenderungan bahwa produksi kedelai
baru meningkat ketika ada program
pengembangan dari pemerintah (Atman,
2006c). Untuk itu, kesinambungan dan
konsistensi program termasuk pendanaannya
harus mendapat perhatian dan alokasi yang
sepadan. Atman dan Hosen (2008)
menyarankan untuk pengembangan
agribisnis kedelai diperlukan sebuah gerakan
yang dikomandoi oleh Pemerintah Daerah
dengan tetap mengacu pada kebijakan
pengembangan kedelai secara nasional,
seperti subsidi harga dan lainnya. Untuk
menjalankan Program Pemerintah Daerah ini,
beberapa saran diajukan kepada pengambil
kebijakan di tingkat Propinsi dan
Kabupaten/Kota, yaitu: (i) Memanfaatkan
lahan yang sudah diusahakan secara optimal
(sawah dan lahan kering) untuk kedelai tanpa
mengurangi areal tanam tanaman yang sudah
ada; (ii) Pengusahaan kedelai oleh petani
harus menerapkan inovasi baru agar efisiensi
usaha dapat dicapai dan kompetitif dengan
komoditas pangan lainnya; dan (iii) program
penanaman kedelai di lahan sawah tadah
hujan dan irigasi sederhana, sebaiknya
menjadi program prioritas.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Produksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992
(1,87 juta ton). Namun setelah itu,
produksi terus mengalami penurunan
hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun
2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi
kedelai merosot mencapai 64 persen.
Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung
meningkat sehingga impor kedelai juga
mengalami peningkatan mencapai 1,307
juta ton pada tahun 2004.
2. Untuk menjamin keberhasilan
peningkatan produksi kedelai nasional
paling tidak ada lima strategi penting
yang harus dilaksanakan, yaitu: (1)
Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan
potensi lahan; (3) Intensifikasi
pertanaman; (4) Perbaikan proses
produksi; dan (5) Konsistensi program
dan kesungguhan aparat.
3. Peningkatan harga jual di tingkat petani
merupakan kunci utama dalam
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No.1, Januari-April 2009: 39-45 hlm. ISSN 1412-5838
44
mengembalikan minat petani untuk
menanam kedelai. Terjadinya perubahan
kebijakan pengelolaan lahan pertanian di
Amerika Serikat dari tanaman kedelai ke
tanaman jagung (sebagai sumber ethanol)
menyebabkan produksi kedelai dunia
mulai berkurang. Kondisi ini memberi
peluang kembali bagi peningkatan
produksi kedelai di Indonesia sekaligus
meningkatkan pendapatan petani dengan
harga yang lebih tinggi dan lebih
kompetitif dibanding komoditas palawija
lainnya.
4. Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia
untuk mendukung peningkatan produksi
kedelai antara lain dapat dilakukan
dengan penanaman kedelai sebagai
tanaman utama ataupun sebagai tanaman
sela, diantaranya penanaman kedelai
secara tumpang sari dengan ubikayu,
kelapa sawit, kelapa, atau tanaman tua
lainnya.
5. Pemanfaatan potensi lahan bera setelah
panen padi sawah juga dapat mendukung
peningkatan produksi kedelai utamanya
pada lahan sawah tadah hujan, lahan
sawah irigasi desa, dan lahan sawah
irigasi sederhana dengan pola tanam
padi-kedelai-padi.
6. Intensifikasi pertanaman untuk
mendukung peningkatan produksi kedelai
antara lain dapat dilakukan melalui
perluasan areal tanam. Pengembangan
kedelai sebaiknya diprioritaskan pada
propinsi yang memiliki lahan berpotensi
tinggi cukup luas, seperti: Jawa Timur,
Jawa Tengah, Sumatera Barat, Papua
barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Bila lahan berpotensi sedang juga
diperhitungkan maka kedelai dapat juga
dikembangkan di Lampung, N.A.
Darusalam, Banten, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Tenggara.
7. Proses produksi yang mampu
memberikan produktivitas tinggi, efisien,
dan berkelanjutan dapat dilakukan
melalui pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kedelai.
8. Membangun sistem usaha agribisnis
kedelai memerlukan komitmen/program
yang kuat antara pemerintah, swasta
(agroindustri) dan petani, agar
keberlanjutan usaha yang saling
menguntungkan dapat terjamin.
Disarankan untuk pengembangan
agribisnis kedelai diperlukan sebuah
gerakan yang dikomandoi oleh
Pemerintah Daerah dengan tetap
mengacu pada kebijakan pengembangan
kedelai secara nasional, seperti subsidi
harga dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimoeso, S. 2006. Tahun 2006, Deptan RI
Canangkan Program Bangkit Kedelai. Dalam
www.jabar.go.id, 1 Juni 2006.
2. Atman. 2006a. Pengembangan kedelai di
lahan masam. Harian Singgalang. Kamis, 27
Juli 2006.
3. Atman. 2006b. Pengembangan kedelai pada
lahan sawah di Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah
Tambua Universitas Mahaputra Muhammad
Yamin. Vol. V, No. 3 September-Desember
2006;hlm 288-296.
4. Atman. 2006c. Bangkit Kedelai. Harian
Singgalang. Senin, 26 Juni 2006.
5. Atman dan N. Hosen. 2008. Dukungan
Teknologi dan Kebijakan Dalam
Pengembangan Kedelai di Sumbar Jurnal
Ilmiah Tambua Universitas Mahaputra
Muhammad Yamin. Vol. VII, No.3,
September-Desember 2008: 347-359 hlm.
6. Balitkabi. 2008. Teknologi produksi kedelai:
Arah dan pendekatan pengembangan. Warta
Litbang Pertanian. Vol. 30. No. 1. tahun
2008. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Hlm.
5-6.
7. BBSDLP. 2008. Potensi dan ketersediaan
lahan untuk pengembangan kedelai di
Indonesia. Warta Litbang Pertanian. Vol. 30.
No. 1. tahun 2008. Badan Litbang Pertanian
Jakarta. Hlm. 3-5.
8. Hafsah M.J dan Tahlim S. 2004. Sejarah
intensifikasi padi dan prospek
pegembangannya. Artikel dalam buku
“Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Penerbit Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Hal 17-29.
9. Hamzah, Z., I. Rusli., Z. Zaini., dan A.
Syarifuddin, K. 1987. Budidaya kedelai
tanpa pengolahan tanah sesudah padi sawah.
Atman: Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia ISSN 1412-5838
45
Rízala Temu Alih Teknologi. Sukarami, 14-
15 September 1987. Balittan Sukarami; Hlm.
22-29.
10. Puslitbangtan, 1991. Pengembangan
kedelai: Potensi, kendala dan peluang. Badan
Litbang Pertanian. Jakarta.
11. Puslitbangtan. 2008. Menggenjot produksi
kedelai dengan teknologi. Warta Litbang
Pertanian. Vol. 30. No. 1. tahun 2008. Badan
Litbang Pertanian Jakarta. Hlm. 1-3.
12. Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai
langkah awal pengembangan sistem dan
usaha agribisnis industrial. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional
Penerapan dan Inovasi Teknologi dalam
Agribisnis sebagai Upaya Pemberdayaan
Rumah Tangga petani. PSE Pertanian-
Universitas Wydia Mataram Yogyakarta; 16
hlm.
13. Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S.
Swastika. 2005. Pengembangan kedelai dan
kebijakan penelitian di Indonesia. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Pengembangan
Kedelai di Lahan Sub Optimal. Balitkabi
Malang, 26 Juli 2005.
14. Subandi. 2007. Lima strategi pengembangan
kedelai. Koran Sinar Tani Edisi 30 Mei-5
Juni 2007.
http://atmanroja.files.wordpress.com/2009/06/03kedelaiindonesia.pdf

Tidak ada komentar: